Pekanbaru, Riau – Srikandinews.com. Momok pungutan di sekolah tidak pernah sepi dari pemberitaan. Apalagi memasuki tahun ajaran baru dan menjelang kelulusan Anak Didik.
Hal ini juga dirasakan oleh sebahagian besar Orang Tua Murid (Wali Murid) di SDN 182 Kota Pekanbaru.
Informasi didapat dari Wali Murid, bahwa menjelang kelulusan anak mereka (kelas 6-red), diwajibkan membayar biaya sebesar Rp. 350.000 dengan rincian : Rp. 250.000 untuk acara perpisahan, Rp. 50.000 untuk uang foto ijazah dan untuk uang Khatam Al-Quran/Mengaji sebesar Rp. 50.000.
Keputusan biaya tersebut dirasakan sangat memberatkan para orang tua murid. Dan beberapa dari mereka sudah mencoba untuk mengajukan keberatan ke Ketua Komite, Risman dan Kepala Sekolah SDN 182 Kota Pekanbaru, Gusneti, S.Pd.SD, tapi tak membuahkan hasil.
“Kami tidak diberikan ruang untuk memberikan tanggapan atau keberatan saat Rapat Komite. Tiba-tiba Kita sudah diwajibkan membayar biaya sebesar Rp. 350.000 dengan rincian : Rp. 250.000 untuk acara perpisahan, Rp. 50.000 untuk uang foto ijazah dan untuk uang Khatam Al-Quran/Mengaji sebesar Rp. 50.000,” ujar salah seorang Wali Murid yang namanya enggan dicantumkan, Senin (19/02/2024).
“Kami juga tidak diberikan rincian penggunaan biaya perpisahan. Bahkan, seharusnya Panitia untuk perpisahan ini harus melibatkan seluruh Wali Murid,” kata salah seorang Wali Murid yang diamini oleh beberapa orang tua murid lainnya.
Mereka juga merasa bertanya-tanya, ada apa Ketua Komite tiba-tiba diganti. Seharusnya Ketua Komite yang lama (Risman-red) dapat mempertanggungjawabkan penggunaan uang perpisahan tersebut.
“Kenapa Ketua Komite tak diganti setelah acara perpisahan saja, agar dapat dipertanggungjawabkan penggunaan uang perpisahan dan hal lainnya selama Ia menjabat sebagai Ketua Komite,” tanya wali murid.
Ketua Bidang Pendidikan LSM Pelopor, Sumiarto saat diminta tanggapannya terkait maraknya pungutan uang perpisahan menjelang kelulusan, mengatakan, kegiatan perpisahan Siswa/i bukan bagian dari rangkaian kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sehingga Sekolah dan Komite Sekolah tidak boleh memfasilitasi menarik pungutan uang kepada Peserta Didik maupun Orang Tua/Wali.
“Jadi, berbeda dengan sumbangan yang bersifat sukarela. Pungutan sebaliknya bersifat wajib dan mengikat,” ujar Sumiarto, melalui sambungan aplikasi WhatsApp, Selasa (20/04/2024) pagi.
Dijelaskannya, acuan yang mendasari satuan pendidikan tingkat dasar (SD dan SMP) untuk tidak melakukan pungutan adalah Permendikbud RI No. 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan. Pada pasal 9 ayat (1) Pemendikbud No 44 tahun 2012 itu menyebutkan satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah, dan atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan.
Berikutnya pasal 181 huruf d PP No. 17 Tahun 2010 menegaskan, pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik, baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lanjutnya, menurut ketentuan, tidak ada dasar hukum bagi sekolah atau komite sekolah menyelenggarakan perpisahan atau wisuda siswa dengan cara memungut uang dari siswa atau orang tua/wali.
“Jika ada alasan pihak sekolah untuk mengakomodir keinginan dari sejumlah Orang Tua/Wali Siswa untuk melaksanakan acara perpisahan, tentu tidak dapat diterima,’’ ucap Sumiarto.
Sedangkan jika Orang Tua/Wali Siswa ingin melaksanakan kegiatan, sebaiknya diserahkan saja kepada Orang Tua/Wali Siswa. Artinya sekolah jangan memfasilitasi hal hal yang sifatnya pungutan.
‘’Apalagi insiatif sekolah yang aktif untuk melakukan pungutan perpisahan, itu jelas melanggar aturan,’ pungkasnya.
Mengutip Penjelasan Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji di media okezone.com, bahwa ada 3 pihak yang diduga selalu menjadi Aktor Pungutan Liar (Pungli) di Sekolah. Mereka adalah Oknum pihak Sekolah, Komite Sekolah dan Koordinator Kelas (Korlas).
“Yang sering terjadi Pungli berkedok uang infak, uang seragam, uang gedung, uang study tour, uang ekstrakulikuler, uang perpisahan, uang buku ajar dan LKS, uang wisuda dan masih banyak yang lainnya,” ungkap Ubaid Matraji, 15 September 2023.
Selama 3 (tiga) pihak ini dapat bergerak bebas, kata Ubaid, maka Pungli akan tetap lestari di sekolah.
Ubaid juga mendorong agar dibubarkan Korlas. Dia menjelaskan Korlas ini dibentuk oleh Komite Sekolah sebagai kepanjangan tangan untuk memuluskan agenda Pungli di kelas-kelas dan berhadapan langsung dengan Wali Murid atau Orang Tua.
“Bahkan, dia bisa berperan bak Debt Collector jika ada Orang Tua yang tidak bayar pungutan. Karena itu, bubarkan saja struktur Korlas di kelas-kelas, karena selalu meneror Orang Tua,” katanya.
“Usut tuntas dan sanksi tegas kepada para Pelaku yang terlibat. Biasanya, Pelaku Pungli sekolah hanya dijatuhkan sanksi berupa pencopotan jabatan dan pindah tugas,” ucapnya.
Mestinya, kata Ubaid, para Pelaku ini dapat terkena pasal pemerasan dan terjerat undang-undang tindak pidana korupsi. Hal ini sesuai Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Perlu diketahui, jumlah Siswa/i kelas VI SDN 182 Kota Pekanbaru sebanyak 126 orang. Bila setiap Wali Murid dipungut Rp. 250.000 untuk perpisahan yang hanya diadakan di sekolah, maka, total uang pungutan yang akan terkumpul sebesar Rp. 31.500.000. Sementara rincian penggunaannya sampai saat ini belum diketahui oleh sebahagian besar Wali Murid.
Diduga, Kepala Sekolah SDN 182 Kota Pekanbaru, Gusneti, S Pd.SD membiarkan praktek pungutan untuk perpisahan Siswa/i kelas VI di sekolah yang dikelolanya. (Wesly).
Dikutip dari media kanalvisual.com, hingga berita ini ditayangkan, Kepala Sekolah SDN 182 Kota Pekanbaru, Gusneti, S.Pd.SD dan Kadisdik Kota Pekanbaru, Dr. H. Abdul Jamal, M.Pd, belum memberikan penjelasan meskipun konfirmasi yang dilayangkan melalui pesan chat WhatsApp telah tersampaikan. Lain halnya dengan Ketua Komite SDN 182 Kota Pekanbaru (Ketua Komite yang lama), Risman, meskipun telah membaca (contreng biru), tapi enggan memberikan tanggapan.