Surabaya, Jatim – Srikandinews.com. Adanya dugaan kejanggalan yang ditemukan dalam gugatan terhadap kliennya, Advokat Michael, S.H., CLA., CTL., CCL., dari kantor H.M.P Advocate dan Legal Consultant di Surabaya, mengirim surat kepada Kepala Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) RI, dan Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya, pada 5 Oktober 2021.
Surat yang dikirim Michael perihal Permohonan Pemantauan dan Pengawasan Persidangan Perkara Nomor. 1170/Pdt.G/2020/PN.Sby, yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya. Dan surat tersebut oleh Michael ditembuskan kepada Ketua MA, Ketua KPK, Ketua Komisi Yudisial, Ketua Kamar Pengawasan MA, Sekretaris MA, Dirjen Badan Peradilan Umum MA, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, dan Komisi III DPR RI.
Ada beberapa dasar Advokat Michael mengajukan permohonan pemantauan dan pengawasan kepada Kepala Bawas MA dan Ketua PT Surabaya terkait persidangan yang ditangani Majelis Hakim PN Surabaya, terdiri dari Tumpal Sagala sebagai Ketua Majelis Hakim, Johanis Hehamony, dan Martin Ginting sebagai anggota Majelis Hakim.
Pertama, Dikuatirkan adanya dugaan Ketua Majelis Hakim berprilaku tidak adil, dikuatirkan adanya keberpihakan, tidak objektif menangani perkara a quo.
Kedua, Dikuatirkan Ketua Majelis Hakim tendensi berpihak kepada penggugat perkara a quo, dimana Majelis Hakim sangat membatasi para tergugat yang berdomisili di Bau-Bau, untuk menghadirkan para saksi fakta, sedangkan Ketua Majelis Hakim memberi kesempatan seluas-luasnya kepada penggugat untuk melakukan penundaan dan menghadirkan saksi.
Ketiga, Penggugat telah menggugat di PN Bau-Bau, dan putusan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dengan nomor perkara 35/Pdt.G/2018/PN Bau. Dan saat ini dengan gugatan yang sama, obyek perkara yang sama, dalil-dalil gugatan yang sama, serta bukti-bukti copy dari copy yang diajukan yang sama, penggugat menggugat di PN Surabaya, dan diterima dan disidangkan oleh Majelis Hakim PN Surabaya.
Dari ketiga hal itulah, Advokat Michael mengajukan permohonan pemantauan dan pengawasan terhadap persidangan kliennya.
Perlu diketahui, dari keterangan Michael, perkara ini bermula dari jual beli kapal pada tahun 2010. Pitje Japar menjual 4 buah kapal kepada PT. Armada Mandiri diwakili Direktur Utama (Dirut), yang mana transaksi itu dilakukan di Bau-Bau, dan dilakukan Akte Jual Beli (AJB) dihadapan Notaris Musnawir yang berkedudukan di Bau-Bau.
Setelah proses AJB selesai, 4 buah kapal itu dibalik nama ke atas nama PT. Armada Mandiri, yang mana proses balik nama Grosse Akte Kapal di Syahbandar Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, dan dalam proses hingga selesai balik nama tidak ada keberatan dari pihak manapun.
Permasalah timbul pada tahun 2018, Pitje Japar melakukan gugatan terhadap Komisaris PT Armada Mandiri di PN Bau-Bau dengan nomor perkara 35/Pdt.G/2018/PN Bau. Dan dimenangkan oleh PT. Armada Mandiri dan putusan pengadilan berkekuatan tetap (inkracht). Dan pada tahun 2020 Pitje Japar melakukan gugatan ke PN Surabaya dengan objek perkara yang sama dan dalil-dalil yang sama.
Dari gugatan itu, Michael mempunyai pendapat hukum bahwa gugatan yang dilayangkan Pitje Japar di PN Surabaya dapat dikategorikan Ne Bis In Idem sebagaimana dalam SEMA MA RI No.3 tahun 2002 Tentang Penanganan Perkara yang berkaitan dengan asas Ne Bis In Idem.
“Agar demi kepastian hukum bagi para pencari keadilan dengan menghindari adanya putusan yang berbeda, yang mana sebelumnya gugatan Pitje Japar telah ditolak oleh PN Bau-Bau, yang setidaknya apabila gugatan bersifat NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) harus dikembalikan ke pengadilan awal atau sebelumnya,” ujar Michael, Senin (11/10/2021).
Untuk mengetahui duduk persoalan perkara yang rencananya akan di gelar pada Kamis (14/10/2021) dalam agenda sidang putusan perkara. Media ini menghubungi Humas PN serta sebagai anggota Majelis hakim dalam perkara ini, Martin Ginting.
“Saya lagi cuti di Medan, belum bisa saya koment karena saya jadi hakim anggota. Coba tanya ke pak Safri, humas yang lain. Saya cuma jadi anggota,” jawab Ginting, Senin (11/10/2021) pukul 11.09 wib.
Pada saat humas PN Surabaya, Safri di konfirmasi apakah boleh suatu perkara dimana objek yang sama, dalil sama dan sudah diputus di PN Bau-Bau, dan akan diputus lagi di PN Surabaya. Safri menjawab, “Secara etis, seorang hakim tidak boleh mengomentari suatu perkara, namun jika anda bertanya tentang perkara ne bis in idem, syaratnya adalah subjek dan objeknya harus sama.” Senin (11/10/2021) pukul 12.19 wib.
Dengan surat permohonan pemantauan dan pengawasan yang dilayangkan oleh Michael dan ditembuskan kepada Ketua PN Surabaya, Joni. Media ini melakukan konfirmasi ke Joni pada Senin (11/10/2021) pukul 14.20 Wib, akan tetapi sampai berita ini ditayangkan belum ada jawaban dari Joni. (Wes/red)